Journey to Koh Rong Island: The Lonely Paradise

Kalau nggak ke Vietnam, rasanya nggak bakal terpikiran bagi saya untuk melancong ke Pulau Koh Rong. Ya, berawal dari suatu obrolan sore hari antara saya dengan seorang roomate hostel saat di Ho Chi Minh, akhirnya lahirlah ide absurd untuk ke pulau antah berantah itu. Saya sebut antah berantah karena pada tahun 2019, saat saya menyambangi pulau ini, informasi masih cukup minim, apalagi info dalam Bahasa Indonesia. Sebagian besar hanya cerita-cerita dari traveler mancanegara.

Singkat cerita, berbekal hasil tanya-tanya ke sesama traveler dan warlok Saigon (ternyata destinasi ini cukup populer di kalangan warga Vietnam bagian selatan), akhirnya saya memesan sleeper bus rute HCMC-Sihanoukville. Pilihan operator rute ini cukup banyak tersaji, tapi saya memilih bus Sinh yang reputasinya cukup oke di Negeri Paman Ho. Sekitar pukul 23.00 waktu Vietnam bus mulai bertolak dari kota yang juga dikenal sebagai Saigon itu. Perjalanan ke perbatasan Vietnam-Kamboja memakan waktu sekitar 3-4 jam. Umumnya kita akan melewati pos lintas batas Moc Bai (Vietnam)-Bavet (Kamboja).

Waktu menunjukkan pukul 03.00, dan petugas bus pun membangunkan para penumpang dengan bahasa Inggris kombinasi Vietnam. Dengan mata kriyep-kriyep dan pikiran yang masih di dimensi lain, saya pun berusaha mencernanya. Intinya beliau bilang kalau kita tuh udah sampai di border, dan bus nggak bisa melintasi border, sehingga kita bakal ganti kendaraan (agak sotoy sih, tapi itulah intinya). Untuk proses imigrasinya sendiri nggal terlalu ribet sih, cuma pas ngantre saya sempat ditawari kalau mau fast track bisa membayar beberapa dollar ke petugas langsung. Oh, ternyata ada juga praktik seperti ini di Kamboja ya, hehe..
Tetapi karena nggak buru-buru juga, saya ikut antrean reguler yang saat itu memang lumayan panjang karena ada beberapa bus dan minibus yang tiba pada saat yang bersamaan dengan kami.

The Cambodian border… Hello Cambodia

Setelah mendapat stempel negara bersimbol Angkor Wat tersebut di paspor, kami pun sudah ditunggu oleh minibus, yang kemudian mulai menyalakan mesinnya setelah penumpang lengkap. Perjalanan menuju Sihanoukville berkisar 3 jam, dan biasanya akan ada pemberhentian di Kampot. Sebetulnya kota kecil ini cukup terkenal di kalangan traveler, tapi karena alasan waktu yang mepet jadi saya skip saja. Mungkin di lain waktu saja kalau ada rezeki.

Pemandangan sepanjang perjalanan Bevet-Kampot
Pemandangannya sebagian besar rumput-rumput dan hutan, jarang sekali terlihat bangunan
Penampakan Kota Kampot, Kamboja

Perjalanan menuju kota resor Kamboja ini lumayan mulus. Mendekati kota yang diambil dari nama mantan Raja Norodom Sihanouk ini, kita akan disambut jalanan-jalanan lebar. Jujurly Sihanoukville pada saat itu melampaui ekspektasi saya! Bagaimana tidak? Kamboja yang selama ini beritanya sering berada di bawah pemukaan, ternyata kota di tepi pantainya memiliki jalanan lebar-lebar yang mulus dan gedung-gedung! Tata kotanya juga oke..
Sebetulnya beberapa tahun lalu, Sihanoukville ini dianggap sebagai hidden gem-nya negara Indochina ini, tapi belakangan ini mulai banyak dibangun kasino-kasino. Beberapa yang pro menganggap ini tren positif, karena menjadi magnet tersendiri untuk wisatawan, khususnya dari Asia Timur. Ya, pastinya berdampak positif ke ekonomi dan pembagunan kota seperti yang saya saksikan. Namun, pihak yang kontra tidak setuju karena pada dasarnya Kamboja adalah negara yang mayoritas penduduknya beragama Buddha, dan tentu saja segala bentuk perjudian dilarang. Selain itu, pembangunan dianggap menghilangkan karakter Sihanoukville itu sendiri. Mana yang benar? Auk ah, saya hanya ingin segera ke Koh Rong Island, karena merasa kurang cocok di kota ini. Secara saya pria polos yang tidak mengenal kata perjudian gitu lho #pret

Untuk menuju Koh Rong, kita harus membeli tiket speed boat yang banyak ditawarkan di Sihanoukville. Ternyata ada 2 destinasi yang ditawarkan: Koh Rong dan Koh Rong Sanloem yang terpaut jarak 20 km. Setelah melakukan riset ala-ala, bisa saya ambil kesimpulan kalau di pulau yang pertama masih ada kehidupan seperti bar, kafe, dan sebagainya. Sedangkan Koh Rong Samloem lebih ditujukan untuk mereka yang ingin mencari kesenyapan, karena hanya ada beberapa fasilitas penginapan saja yang tersedia di Koh Rong Sanloem, termasuk salah satu jaringan brand hostel terkenal. Karena pertimbangan biaya hidup dan penginapan yang lebih hemat, akhirnya saya memutuskan ke Koh Rong saja, deh.

Sore itu langit sedang mendung, dan gemuruh ombak terdengar hingga ke dermaga tempat speed boat saya bersandar. Ya, memang saat itu saya menyambangi Kamboja pada bulan Juli, yang ternyata adalah low season-nya karena cuaca sedang tidak begitu oke. Sedangkan waktu terbaik untuk berkunjung adalah bulan Desember-Maret, yang notabene adalah musim kemaraunya. Tapi the show must go on! Setelah keberangkatan di-delay selama beberapa jam, maka kami pun dipanggil ke boat sesuai tujuan dengan menggunakan pengeras suara. Bersama kami, ada beberapa kapal dengan tujuan dan operator yang berbeda-beda. Semuanya memanggil-manggil dengan pengeras suara yang bersaut-sautan. Kebayang kan, chaos-nya suasana pada saat itu. Untuk speed boat-nya tidak ada yang spesial, seperti kebanyakan boat di Indonesia saja. Cukup banyak penumpang pada saat itu, tapi semuanya mendapat tempat duduk, tidak ada yang ngemper di lantai kapal. Rapih juga sistemnya pikir saya. Safety system-nya juga oke karena masing-masing orang diminta menggunakan pelampung berhubung cuaca yang sangat tidak bersahabat.

Perjalanan Sihanoukville-Koh Rong memakan waktu kurang lebih 1-2 jam. Namun, pada hari itu terasa seperti 1-2 hari bagi kami penumpang kapal, karena kondisi lautan yang sangat tidak bersahabat. Beberapa penumpang pun sempat ‘jackpot‘. Barulah setelah beberapa lama berlayar, gelombang mulai beesahabat, deru angin mulai mereda, dan cahaya matahari mulai nampak dari sela-sela awan. Di kejauhan mulai nampak daratan yang seolah-olah memanggil kami untuk bersandar. Ya, setelah bekal drama dari mother nature, akhirnya kapal mulai menurunkan kecepatan dan merapat ke dermaga. Saya pun siap menjelajahi pulau di Gulf of Thailand ini. Tapi tentunya tidak saat ini, karena rasa mual masih berada di ubun-ubun kepala..

Penampakan dermaga dan sisa-sisa kekacauan dari mother nature hari itu..
The calm after the storm… Koh Rong, Kamboja
The island life of Koh Rong

CATEGORIES

CAMBODIA

No responses yet

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *