Setelah mengarungi satu tahun penuh di Natuna dengan segala keindahan (dan keterbatasannya), saya dan teman-teman akhirnya harus pulang ke daerah masing-masing sengan perasaan sedih bercampur senang. Sedih ya pasti karena banyak memori di sana. Kalau senang, pastinya salah satu karena akhirnya melihat peradaban lagi. Kedengarannya emang sedikit berlebihan, tapi jujur itulah yang saya rasakan. Begitu mendarat di Bandara Hang Nadim, kami terkesima dengan banyaknya mobil dan bangunan-bangunan. Langsung terbayang dalam pikiran saya lirik lagu “pada hari minggu kuturut ayah ke kota”! Oh ini toh ternyata rasanya main ke kota! Singkat cerita, setelah menyelesaikan urusan di Tanjung Pinang, saya dan beberapa teman main ke tetangga-Singapura. Kami naik Penguin (ini nama perusahaan ferry, bukan unggas!) dari Batam Center. Di mall yang menyatu dengan pelabuhan ini ada banyak perusahaan ferry yang menanwarkan jasa penyebrangan ke Singapura dan Johor, Malaysia. Kalau membeli tiket PP, biasanya ada potongan harga. Karena ini kali pertama menyebrang dari Batam ke Singapura, saya awalnya membayangkan ferry yang dimaksud itu seperti Merak-Bakauheni beberapa tahun lalu. Tapi ternyata ferry-nya bagus! Full AC, sudah ada seat number-nya dan bahkan ada boarding pass juga.
Perjalanan ferry Batam-Singapura memakan waktu kurang lebih 1 jam, dan nggak terasa karena suasana yang nyaman. Di Singapura, kita tiba di Vivo City dan harus melalui imigrasi. Karena sekitar 1 minggu sebelumnya saya mengalami kecelakaan motor, maka di lengan dan wajah saya ada bekas luka. Entah berhubungan atau tidak, waktu itu proses imigrasi saya lebih rumit dibanding teman-teman saya. Oleh petugasnya, saya sampai ditanya rencana menginap di mana, kerjanya apa, mau ngapain, udah pernah ke negara mana aja dan puncaknya KTP saya diminta! Padahal teman-teman saya langsung aja dicap paspornya oleh petugas yang sama. Yaelah jangan-jangan saya dikira buronan, pintas saya. Lepas dari itu, saya langsung mencari toko baju untuk membeli beberapa helai baju berlengan panjang daripada ribet. Kalau di Batam dan Tanjung Pinang saya terkesima melihat mobil-mobil bersliweran, di negara tetangga kita ini saya merasa pangling! Memang ini bukan pertama kalinya saya ke negara dengan salah satu GDP terbaik di Asia Tenggara itu, namun saya tetap merasa takjub dengan banyaknya gedung pencakar langit dan ingar bingarnya (mungkin karena baru saja keluar dari kota yang bangunan paling tingginya 3 tingkat). Selain itu yang bikin shock adalah harganya yang aduhai mahalnya! Terakhir kali saya ke Singapura pada saat kurs masih 7.000-an, dan saat ini kurs sudah 10.000-an! Ya kaget aja waktu lagi haus-hausnya dan mau beli minuman bervitamin C 1000 mg yang notabene mereknya sama dengan di Indonesia tapi harganya kalau dikurs jadi 50 ribu!!!
Selama di Singapura, kami mengunjungi Gardens By The Bay, S.E.A Aquarium dan destinasi mainstream lainnya seperti Merlion, Esplanade hingga Little India. Ini kali pertama saya mengunjungi 2 destinasi pertama. Untuk Gardens By The Bay, karena waktu itu bulan Desember maka dekorasi dan ornamennya banyak yang berkaitan dengan suasana Natal. Mulai dari dekorasi salju hingga rusa. Di sini ada 2 dome besar yang berisi ratusan spesies tanaman dari berbagai belahan dunia. Dome pertama bernama cloud forest dan yang kedua bernama flower dome. Untuk pencinta flora pasti suka dengan tempat ini, karena banyak tanaman langka seperti Nepenthes (kantong semar) hingga tanaman baobab dari Madagascar yang bentuknya unik bak umbi raksasa.
One response
[…] Gegar Budaya di Singapura: Mengunjugi Gardens By The Bay dan Berjumpa dengan Manta Ray di S.E.A Aqua… on Terdampar di Gili Labak: Surga Tersembunyi di Ujung Pulau GaramJuly 5, 2025 […]